Rabu, 25 Desember 2013

Contoh Narasi Observasi Lapangan Bioetik


OBSERVASI LAPANGAN                                                                                     
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA                   Makassar, 22 Desember 2013




NARASI OBSERVASI LAPANGAN
 BLOK BIOETIK, HUMANIORA, & PROFESIONALISME KEDOKTERAN




                                
                                

                                  Nama                            : Andi Nurul Fasty Batari
                                Stambuk                         : 110 213 013
                                 Tempat                          : Rumah Sakit Ibnu Sina
                                 Dosen Pembimbing      : dr. Hermiaty N. , M.Kes.





FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013

Gambaran Umum
Saya adalah salah satu mahasiswa fakultas kedokteran di Universitas Muslim Indonesia Makassar dan merupakan anggota dari kelompok 7B, jumlah kelompok kami terdiri dari 11 orang, dan kelompok kami mendapat kesempatan pada hari Kamis, 19 Desembaer 2013 untuk melakukan observasi lapangan di rumah sakit Ibnu Shina. Tujuan observasi kami adalah untuk agar dapat mengenal lebih dini lingkungan layanan kesehatan dengan segala kompleksitasnya, memahami pola interaksi yang terjadi pada hubugan interpersonal di lingkungan profesi kesehatan, memahami nilai-nilai yang mendukung perilaku professional yang harus dimiliki oleh seorang dokter. Rumah sakit ini terletak di Jalan Urip Sumoharjo Km. 05 Makassar. Rumah sakit ini terletak di pertengahan kota yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Rumah Sakit ini juga cukup luas.
Ketika kami tiba di Rumah sakit Ibnu Sina, terlebih dahulu saya menunggu ketua kelompok saya, Muhammad Fauzan untuk mengajukan surat pengantar dari Fakultas Keokteran UMI agar dapat melakukan observasi lapangan, yang mana surat permohonan tersebut harus disampaikan ke bagian Diklat rumah sakit, sementara itu kami, para anggota kelompok yang lain menunggu di pintu utama RS. Terlihat di setiap sudut rumah sakit banyak pegawai yang tengah sibuk dengan tugasnya masing-masing. Beberapa saat kemudian, ketua kelompok kami pun kembali dan membagi kami menjadi tiga kelompok sesuai bagian/departemen yang akan diobservasi. Dan kami pun dibagi secara rata, ada yang di bagian instalasi gawat darurat, keperawatan, dan poliklinik. Saya, bersama tiga orang teman saya yang lainnya (Anna Mutia, Ade Ikhmaniar, dan Maulani Nur) mendapat tanggungjawab mengamati bagian IGD. Dan kami pun dengan segera menuju ruang IGD.


Observasi di Ruang IGD
            Kami pun diantar oleh ketua kelompok kami ke ruang IGD agar dapat mengajukan surat izin ke penanggungjawab IGD. Kami pun diiizinkan dengan ramah untuk meakukan observasi lapangan di ruang IGD. Saat kami masuk ke ruang IGD, kami pun melihat seorang security yang menjaga pintu masuk IGD, sekitar sembilan perawat, enam pasien, dan seorang dokter residen. Kami pun disambut baik oleh suster senior, yaitu suster Yuni, beliau pun mengarahkan kami dan memberikan kesempatan untuk sesi tanya jawab. Suster Yuni menjelaskan pada kami bagaimana prosedur di IGD yang cepat & tepat. Pada pasien IGD yang tidak gawat darurat, akan ditangani oleh perawat terlebih dahulu, dan pasien yang telah gawat darurat, akan langsung ditangani oleh dokter jaga. Pendataan pasien gawat darurat pun dilakukan tergantung dengan kondisi pasien saat tiba di IGD. Tidak ada perbedaan pelayanan antara pasien yang menggunakan jasa jaminan kesehatan dan tidak.
Saat kami menanyakan tentang jadwal dinas IGD, tiba-tiba datang seorang ibu yang menggendong anaknya, ia meminta agar anaknya segera dirawat karena sudah step, suster pun menimbang berat si anak, lalu dibawa ke tempat perawatannya, dokter dan para suster pun sigap menindaklanjuti anak yang step tadi.
Beberapa saat kemudian, suster Yuli pun kembali setelah selesai merawat pasien yang baru masuk tadi, kami pun melanjutkan pertanyaan kami. Suster Yuni pun menjelaskan, agar tidak ada kesalahpahaman antara tim medis dan keluarga pasien, diperlukan komunikasi yang baik, harus selalu ada izin keluarga/wali di setiap tindakan, terkecuali sudah gawat darurat. Kami pun menanyakan tentang peran dokter muda (coass) di IGD, dan peran para coass adalah melakukan anamnesis. Ada pun beberapa keluhan dari suster Yuni yaitu ketidaksiplinan dokter di tempat, sarana prasarana yang belum memadai.
Setelah itu, kami pun mulai melihat sekitar IGD, saya melihat pasien anak kecil yang baru masuk tadi menjerit menangis, nampaknya ia takut jarum suntik, sedangkan perawat harus memasangkan infuse ke intravena si anak. Para suster berusaha menenangkan pasien, begitu pula ibu dari pasien. Di seberang tempat tidur pasien ini, saya juga mengamati ada pasien yang tidak ingin diperiksa, sang dokter pun memberikan pengertian, begitupula ibu dari pasien, mereka membujuk bersama, agar pasien/gadis ini ingin diperiksa. Dan beberapa saat kemudian, dokter pun dapat melakukan pemeriksaan kecil dan anamnesis ke pasien perempuan itu.
 Tiba-tiba, ada lagi pasien yang datang sudah dalam kondisi lemas dan kejang, ia sudah dibaringkan di atas tempat tidur dorong, lalu sebagian perawat mendekati dengan berbagai persiapan, mulai dari infuse, suntik, stetoskop, teni, dsb. Pasien ini seorang anak kecil, ia ditangani oleh perawat terlebih dahulu, karena dokter residen tadi masih merawat pasien perempuan tadi. Denyut nadi, suhu, reflex kornea, diperiksa oleh perawat, lalu menanyakan beberapa pertanyaan ke keluarga pasien, penambahan cairan pun dilakukan, dan memasang infuse ke anak itu pun tidak mudah, sama seperti pasien anak kecil sebelumnya, tetapi sekali lagi dengan ditenangkan oleh perawat dan keluarga pasien, sesekali, nama anak dipanggil oleh perawat agar lebih tenang, dan infuse pun terpasang. Lalu, dokter pun mendatangi pasien ini, memastikan keadaan, melakukan anamnesis, dan menjelaskannya ke keluarga dokter.
Lalu, para suster pun melanjutkan tugasnya masing-masing di setiap bagian dan dokter mengisi kertas hasil data anamnesis. Suasana IGD mulai tenang, kami sekelompok pun berpencar mewawancarai pasien. Saya sendiri mewawancarai seorang pasien anak kecil, Muhammad Fairun, yang kebetulan ayahnya adalah salah seorang pegawai JAMKESNAS. Kami pin menanyakan bagaimana pendapatnya tentang pelayanan medis yang telah dijalani Fairun. Ayah Fairun pun memberi kesan yang baik tentang perawatan di IGD yang cepat, ia sempat melarang tim medis memasang infuse untuk anaknya, namun, setelah diberi penjelasan dari dokter jaga, ia pun mnyetujuinya. Saat kami menunggu sedikit waktu senggang dari sang dokter agar kami dapat mewawancarainya, datang seorang perawat yang melapor ke dokter bahwa ada pasien yang ingin keluar, dokter pun menghampiri pasien dan keluarganya. Dokter menghimbau pada keluarga pasien untuk melakukan pemeriksaan ulang. Dokter mengecek kemungkinan-kemungkinan yang dari penyakit pasien, menjelaskan ulang ke keluarga pasien, dan pasien pun diberi izin untuk keluar.
Setelah itu, sembari menunggu senggang waktu dokter, saya pun penasaran tentang peran security di IGD selain menjaga ketertiban IGD. Saya pun melakukan sedikit wawancara ke pak Security yang bernama Edi J. Ia telah bekerja selama 8 tahun.
Security pun mendapat peran dalam pelayanan membantu pasien, seperti:
  1.  Pengamanan sekitar rumah sakit demi kelancaran jalur ambulans, membantu perawat laki-laki dalam hal tertentu.
  2. Menjaga ketertiban UGD sesuai prosedur       rumah sakit.
  3. Penjagaan 24 jam
Saya juga menanyakan bagaimana kesannya saat membawa keluarganya yang sakit ke rumah sakit ini, ia merasa tidak ada perbedaan pelayanan perawatan/pemeriksaan sebagai pegawai rumah sakit.
Setelah melakukan wawancara dengan pak Edi, teman saya pun juga sudah selesai mewawancarai dokter. Kami pun mohon pamit dan berterimakasih kepada seluruh petugas medis di IGD. Saat kami keluar, kami pun duduk bersama di depan IGD, kami mengumpulkan informasi mengenai wawancara kami masing-masing, dan kami merasa kurang puas karena adanya perbedaan kesan yang sangat jauh antara hasil wawancara satu dengan yang lainnya. Kami pun melihat ada seorang perempuan yang baru saja keluar dari IGD sambil membawa kartu JAMKESNAS, kami pun menghampirinya dan menanyakan, apakah ia seorang wali dari pasien IGD. Ia pun berkata bahwa adiknya dirawat di IGD, dan kami pun meminta izinnya untuk bertanya sedikit pertanyaan. Kami bertanya kepada dua wali pasien IGD, dan kesannya adalah pelayanan yang telat, dokter yang tidak disiplin, beberapa perawat yang cuek, penjelasan dari perawat yang kurang jelas, dan ia merasa pelayanan yang kurang ini disebabkan karena ia menggunakan jasa jaminan kesehatan. Kebetulan saat saya sedang mewawancara dua psien ini, saya langsung dapat melihat pelayanan di bagian jasa jaminan kesehatan yang menggambarkan muka tidak ramah di depan saya, di belakang narasumber saya.
Setelah mengumpulkan informasi dari IGD tadi, kami pun berkumpul di pintu masuk rumah sakit, sambil menunggu teman-teman yang belum tiba, kami pun saling berbagi cerita hasil observasi kami. Begitu banyak yang kami dapat dari observasi kami, kami merasa sangat bersyukur menjadi mahasiswa fakultas kedokteran UMI, hingga kami mendapat kesempatan untuk menalar lebih jauh mengenai bioetik humaniora dalam berbagai segi, baik dari autonomy, non malafience, justice, dan beneficence. Tak lupa, motivasi kami semakin meningkat setelah melihat kesibukan para dokter di koridor rumahsakit. Semoga metode pembelajaran seperti ini dipertahankan dan selalu ditingkatkan.

Kesimpulan
Dari hasil observasi yang kami lakukan , dengan melihat berbagai aspek pada rumah sakit Ibnu Sina, dapat disimpulkan bahwa rumah sakit tersebut memiliki kualitas dan pelayanan yang cukup baik, itu terlihat dari fasilitas rumah sakit, walaupun memang masih belum lengkap, tetapi untuk kebutuhan primer sudah terpenuhi.  Hubungan antara dokter dengan perawat atau tim, pasien, dan kawan sejawat pada rumah sakit tersebut sangat baik, serta pelayanan pada pasien dengan mengutamakan informed consentdan selalu berlandaskan autonomy, non – maleficence, beneficence dan justice, seperti menjelaskan secara detail kondisi pasien dan memanggil dengan namanya, melayani pasien gawat darurat dengan segera, menolong pasien. Tetapi, dalam hal justice, menurut beberapa pasien, profesionalisme dokter masih kurang, dan sayangnya pula, dari pelayanan, menurut beberapa pasien, masih ada perbedaan antara pasien pengguna jasa jaminan kesehatan dan tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar